FFoto diambil dari chanel youtobe RRI Malang
Kontestasi politik di depan mata, pesta demokrasi akan digelar. Tentu pesta rakyat secara periodik ini digelar sebagai instrumen nyata dalam memilih pemimpin. Kedaulatan rakyat akan diuji pada bulan februari 2024.
Pemilihan serentak yang akan dilakukan pada tanggal 14 Februaei 2024 akan menyunguhkan para kontestan politik baik Calon Presiden dan Calon wakil Presiden, DPR dan DPD. Kedaulatan pemilih menjadi pertaruhan apakah pemilh sudah melek politik atau masih terpesona dengan gizi politik sebagai pijakan politik dalam menentukan pilihan politiknya
Terlepas dari hiruk pikuk kontestasi politik, yang menjadi pekerjaan rumah (PR) bersama adalah minimnya perempuan yang terlibat dalam ruang politik praktis. Dalam hal ini menjadi perbincangan menarik yang ditampilkan oleh RRI Malang yang mengusung tema Dialog Pemilihan Legislatif “Wajah Perempuan Dalam Pemilihan Legislatif 2024” pada 30 Oktober 2023.Menariknya, perempuan sampai saat ini masih dalam perdebatan.dialog interaktif yang menampilkan dua sosok perempuan yakni Ina Irawati Sekjen Koalisi Peremuan untuk Kepemimpinan KPUK Malang Luluk Dwi Kumalasari Kaprodi Sosiologi UMM.
Perempuan yang terlibat dalam politik praktis utamanya pada pemilu legislatif dalam pemilu tahun 2019 sangat minim, masih sebatas 20%. Irawati menyoroti bahwa perempuan tersandra oleh budaya. Keterlibatan perempuan untuk terlibat dalam pengambilan keputusan sangat rendah, perempuan yang terlibat dalam ruang-ruang publik seperti pemilihan RT, musrenbang sangat minim perempuan terlibat ujarnya
Sementara Luluk Dwi Kumalasari menyampaikan bahwa minimnya perempuan terlibat dalam politik praktis dilatari oleh beberapa faktor, salah satunya faktor budaya,perempuan dinilai tabu jika terlibat dalam ruang politik kekuasaan. Salah satu contohnya ketika perempuan terlibat dalam politik kekuasaan dinilai aneh ketika perempuan pulang malam hadir dan terlibat dalam politik praktis yang banyak menguras waktu, perempuan kok ngurus negara. Bahkan ada tafsir-tafsir agama yang memojokkan posisi perempuan dalam ruang publik. Perempuan cukup disektor domistik, dapur, sumur kasur, ujar Luluk
Lebih dari itu Luluk juga menyampaikan bahwa perempuan seolah hanya menjadi pelengkap penderita. Rata-rata perempuan hanya sebatas mengisi kouta parpol yang ditempatkan posisi atau nomor urut buncit, tidak strategis hal itu menjadi penanda bahwa perempuan hanya dibutuhkan dalam hal administratif bukan subtansi dalam politik kekuasan[]