Burn Out adalah istilah yang menggambarkan kondisi stres kronis dimana seseorang akan merasa lelah secara fisik, mental maupun emosional sebagai akibat dari tekanan yang ada. Mereka yang mengalami Burn Out seringkali merasa kurang semangat, moody-an, lebih senang menyendiri, dan tak jarang kinerja mereka juga ikut menurun. Saat ini Burn Out menjadi persoalan yang mengkhawatirkan karena ia tidak mengenal kelas sosial, siapa pun dan dari mana pun berpotensi menjadi korban Burn Out.
Seperti halnya mahasiswa semester akhir pada Program Studi Sosiologi Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) yang rawan terkena Burn Out, dimana saat ini mereka tengah memikul beban berat seperti tekanan dari tugas kuliah yang banyak, dan tuntutan organisasi guna pengembangan potensi diri baik di ranah dalam maupun luar kampus. Senada dengan pernyataan salah satu mahasiswi Sosiologi semester akhir, Dewi Asiyatul Aravia. Dimana Via, sapaan dekat mahasiswi Sosiologi angkatan 2018 itu mengaku pernah mendapat tekanan terutama pada saat pandemi Covid-19. Selama pandemi Ia mengalami stres karena merasa tertekan akan tugas-tugas kuliah. “Masa perkuliahan di era pandemi membuat metode perkuliahan menjadi berubah, sehingga saya sempat mengalami stres karena tekanan dari tugas-tugas kuliah yang seringkali membutuhkan riset lapangan dalam penyelesaiannya,” imbuh Via.
Tidak berhenti sampai disitu, baginya rasa stres tersebut ternyata mampu mengintrospeksi diri sehingga muncul semangat baru untuk menyelesaikan tugas-tugas tersebut. “Berkaca dari aku sebelumnya, saat lagi stres aku selalu flashback ke masa lalu, dimana kemarin saja aku bisa masa yang sekarang aku gak bisa,” tutupnya. Hal yang sama juga diungkapkan oleh Akbar Setiawan, mahasiswa Sosiologi angkatan 2018 yang menyebutkan bahwa sebagai seorang mahasiswa tentu akan selalu disibukkan dengan hal-hal lain yang seringkali membuat tugas kuliah semakin menumpuk, seperti adanya kegiatan organisasi. Dengan begitu maka akan semakin kompleks rasa stres yang dialami oleh mahasiswa itu sendiri. Akan tetapi, hal ini dapat di minimalisir dengan sistem kebut tugas kuliah setelah jam perkuliahan selesai. “Kita boleh saja berorganisasi, mengembangkan minat dan bakat, tetapi harus senantiasa mengutamakan perkuliahan dan juga menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan oleh dosen dengan cara kelar kuliah langsung kerjakan tugasnya,” ungkap Akbar. Dengan begitu, maka akan seimbang antara perkuliahan dan kegiatan pengembangan potensi diri oleh mahasiswa.
Lebih lanjut, keduanya juga merupakan mahasiswa yang aktif mengikuti organisasi Himpunan Mahasiswa Sosiologi (HIMASOS) dan program pendidikan lainnya, seperti Program Kampus Merdeka. Meskipun memiliki kegiatan yang padat, mereka menuturkan jika kuliah akan tetap menjadi prioritas utama di tengah beragam kesibukan yang tengah digeluti. Dengan demikian, maka sebagai seorang mahasiswa harus dapat membagi waktu antara kuliah dan berorganisasi dengan baik. Sehingga tidak akan ada fenomena Burn Out di kalangan mahasiswa, yang ada hanyalah kuliah prioritas dan organisasi totalitas. (val/fes)